MAKALAH
INDUSTRI
Di
Susun oleh :
Nama
: Muhammad Adika Wiguno
NPM : 14415456
Kelas
: 2IB01
FAKULTAS
TEKNOLOGI INDUSTRI
JURUSAN
TEKNIK ELEKTRO
UNIVERSITAS
GUNADARMA
DEPOK
2016/2017
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum
Wr. Wb
Puji dan
Syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena berkat limpahan
Rahmat, Hidayah dan Karunia-nya sehingga saya dapat menyusun makalah ini dengan
baik dan tepat pada waktunya. Dalam makalah ini, saya akan membahas mengenai
“Industri”.
Saya
juga mengucapkan terimakasih kepada Bapak Andi Asnur Pranata selaku dosen mata
kuliah Pendidikan Kewarganegaraan yang telah yang telah memberikan tugas ini.
Saya menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu saran serta kritik yang dapat membangun dari pembaca sangat saya
harapkan guna penyempurnaan pada makalah selanjutnya.
Harapan
saya semoga makalah ini bisa membantu menambah wawasan, pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca, sehingga saya dapat memperbaiki bentuk maupun isi
makalah ini sehingga kedepannya dapat lebih baik.
Demikian
makalah ini saya buat, semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kita
semua.
Wassalamualaikum
Wr. Wb
Depok, 30 November 2016
Muhammad Adika Wiguno
DAFTAR ISI
Kata
Pengantar……………………………………………………………............................i
Daftar
Isi………………………………………………………………..................................ii
BAB I
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang………………………………………………….. .....................................1
1.2 Maksud dan Tujuan………………………………………………....................................2
1.3 Ruang Lingkup
Masalah…………………………………..............................……… .....2
BAB II
Pembahasan
2.1 Masalah Lingkungan Dalam Pembangunan
Industri.........................................................3
2.2 Keracunan Bahan Logam / Metaloid pada
Industrialisasi.................................................6
2.3 Keracunan Bahan Organis pada
Industrialisasi.................................................................10
2.4 Perlindungan Masyarakat Sekitar Terhadap
Perusahaan Industri.....................................14
2.5 Analisis Dampak Lingkungan Perusahaan
Industri..........................................................18
2.6 Pertumbuhan Ekonomi dan Lingkungan Hidup
Terhadap Pembangunan Industri
BAB III
Penutup
3.1
Kesimpulan dan
Saran…………….................................................................................24
Daftar
Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
1) Latar Belakang
Pertambahan
penduduk yang cepat mempunyai implikasi pada berbagai bidang. Bertambahnya
penduduk yang cepat ini mengakibatkan tekanan pada sektor penyediaan fasilitas
tenaga kerja yang tidak mungkin dapat ditampung dari sektor pertanian. Maka
untuk perluasan kesempatan kerja, sektor industri perlu ditingkatkan baik
secara kualitas maupun kuantitas.peningkatan secara bertahap di berbagai bidang
industri akan menyebabkan secara berangsur-angsur tidak akan lagitergantung
kepada hasil prodiksi luar negeri dalam memenuhi kebutuhan hidup.
Walau
telah ditentukan oleh pemerintah bahwa dalam peningkatan pembangunan industri
hendaknya jangan sampai membawa akibat rusaknya lingkungan hidup, dalam
kenyataannya yang lebih banyak diperhatikan dalam pendirian industri sekarang
adalah keuntungan-keuntungan dari hasil produksinya. Sedikit sekali perhatian
terhadap masalah lingkungan, sehingga pendirian industri tersebut akan
mengakibatkan pencemaran lingkungan oleh hasil pembuangan limbah industri yang
kadang-kadang diabaikan.
Oleh
karena itu perlu adanya perencanaan yang matang pada setiap pembangunan
industri agar dapat diperhitungkan sebelumnya segala pengaruh aktivitas
pembangunan industri tersebut terhadap lingkunganyang lebih luas. Dalam
mengambil keputusan pendirian suatu perindustrian, selain keuntungan yang akan
diperoleh harus pula secara hati-hati dipertimbangkan kelestarian lingkungan.
Berikut ini ada beberapa perinsip yang perlu diperhatikan dalam pembangunan
proyek industri terhadap lingkungan sekitarnya :
1. Evaluasi
pengaruh sosial ekonomi dan ekologi baik secara umum maupun khusus.
2.
Penelitian dan pengawasan lingkungan baik untuk jangkapendek maupun jangka
panjang. Dari sini akan didapatkan informasi mengenai jenis perindustrian yang
cocok dan menguntungkan.
3.
Survey mengenai pengaruh-pengaruh yang mungkin timbul pada lingkungan.
4.
Berdasarkan petunjuk-petunjuk ekologi dibuat formulasi mengenai kriteria
analisa biaya, keuntungan proyek, rancangan bentuk proyek dan pengelolaan
proyek.
5. Bila
penduduk setempat terpaksa mendapat pengaruh negatif dari pembangunan proyek
industri ini, maka buatlah pembangunan alternatif atau dicarikan jalan untuk
kompensasi kerugian sepenuhnya.
Yang
dimaksud dengan idustri adalah pengelolaan bahan baku menjadibahan jadi atau
setengan jadi. Dan dalam pelaksanaannya mulai dari bahan baku, proses
pengolahan maupun hasil akhir yang berupa hasil produksi dan hasil buangannya
(sampah) banyak di antaranya terdiri dari bahan-bahan yang dapat mencemari
lingkungan seperti bahan logam, bahan organis, bahan korosif, bahan-bahan gas
dan lain-lain bahan yang berbahaya baik untuk pekerja maupun masyarakat di
sekitar proyek.
2) Maksud dan Tujuan
Berdasarkan
tujuan dalam penulisan laporan ini didapatkan beberapa tujuan pembuatan makalah
ini. Berikut adalah tujuan tersebut:
1.
Mengetahui jenis-jenis pencemaran yang terdapat pada dibidang perindusrian di
indonesia.
2.
Mengetahui industri apa saja yang sangat berdampak terhadap lingkungan di
Indonesia.
3) Ruang Lingkup
Adapun
ruang lingkup masalah yang akan dibahas pada makalah kali ini sebagai berikut:
a. Masalah Lingkungan Dalam Pembangunan
Industri
b. Keracunan Bahan Logam / Metaloid pada
Industrialisasi
c. Keracunan Bahan Organis pada
Industrialisasi
d. Perlindungan Masyarakat Sekitar Terhadap
Perusahaan Industri
e. Analisis Dampak Lingkungan Perusahaan
Industri
f. Pertumbuhan Ekonomi dan Lingkungan Hidup
Terhadap Pembangunan Industri
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Masalah Lingkungan Dalam Pembangunan
Industri
Jika
kita ingin menyelamatkan lingkungan hidup, maka perlu adanya itikad yang kuat
dan kesamaan persepsi dalam pengelolaan lingkungan hidup. Pengelolaan
lingkungan hidup dapatlah diartikan sebagai usaha secara sadar untuk memelihara
atau memperbaiki mutu lingkungan agar kebutuhan dasar kita dapat terpenuhi
dengan sebaik-baiknya.
Memang
manusia memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi terhadap lingkungannya, secara
hayati ataupun kultural, misalnya manusia dapat menggunakan air yang tercemar
dengan rekayasa teknologi (daur ulang) berupa salinisasi, bahkan produknya
dapat menjadi komoditas ekonomi. Tetapi untuk mendapatkan mutu lingkungan hidup
yang baik, agar dapat dimanfaatkan secara optimal maka manusia diharuskan untuk
mampu memperkecil resiko kerusakan lingkungan.
Dengan
demikian, pengelolaan lingkungan dilakukan bertujuan agar manusia tetap
“survival”. Hakekatnya manusia telah “survival” sejak awal peradaban hingga
kini, tetapi peralihan dan revolusi besar yang melanda umat manusia akibat
kemajuan pembangunan, teknologi, iptek, dan industri, serta revolusi
sibernitika, menghantarkan manusia untuk tetap mampu menggoreskan sejarah
kehidupan, akibat relasi kemajuan yang bersinggungan dengan lingkungan
hidupnya. Karena jika tidak mampu menghadapi berbagai tantangan yang muncul
dari permasalahan lingkungan, maka kemajuan yang telah dicapai terutama berkat
ke-magnitude-an teknologi akan mengancam kelangsungan hidup manusia.
1.
Dampak Industri dan Teknologi terhadap Lingkungan
Pentingnya
inovasi dalam proses pembangunan ekonomi di suatu negara, dalam hal ini,
pesatnya hasil penemuan baru dapat dijadikan sebagai ukuran kemajuan
pembangunan ekonomi suatu bangsa.
Dari
berbagai tantangan yang dihadapi dari perjalanan sejarah umat manusia, kiranya
dapat ditarik selalu benang merah yang dapat digunakan sebagai pegangan mengapa
manusia “survival” yaitu oleh karena teknologi.
Teknologi
memberikan kemajuan bagi industri baja, industri kapal laut, kereta api,
industri mobil, yang memperkaya peradaban manusia. Teknologi juga mampu
menghasilkan sulfur dioksida, karbon dioksida, CFC, dan gas-gas buangan lain
yang mengancam kelangsungan hidup manusia akibat memanasnya bumi akibat efek
“rumah kaca”.
Teknologi yang diandalkan sebagai instrumen
utama dalam “revolusi hijau” mampu meningkatkan hasil pertanian, karena adanya
bibit unggul, bermacam jenis pupuk yang bersifat suplemen, pestisida dan
insektisida. Dibalik itu, teknologi yang sama juga menghasilkan berbagai jenis
racun yang berbahaya bagi manusia dan lingkungannya, bahkan akibat rutinnya
digunakan berbagi jenis pestisida ataupun insektisida mampu memperkuat daya
tahan hama tanaman misalnya wereng dan kutu loncat.
Teknologi juga memberi rasa aman
dan kenyamanan bagi manusia akibat mampu menyediakan berbagai kebutuhan seperti
tabung gas kebakaran, alat-alat pendingin (lemari es dan AC), berbagai jenis
aroma parfum dalam kemasan yang menawan, atau obat anti nyamuk yang praktis
untuk disemprotkan, dan sebagainya. Serangkai dengan proses tersebut, ternyata
CFC (chlorofluorocarbon) dan tetra fluoro ethylene polymer yang digunakan
justru memiliki kontribusi bagi menipisnya lapisan ozon di stratosfer.
Teknologi memungkinkan
negara-negara tropis (terutama negara berkembang) untuk memanfaatkan kekayaan
hutan alamnya dalam rangka meningkatkan sumber devisa negara dan berbagai
pembiayaan pembangunan, tetapi akibat yang ditimbulkannya merusak hutan tropis
sekaligus berbagai jenis tanaman berkhasiat obat dan beragam jenis fauna yang
langka.
Bahkan
akibat kemajuan teknologi, era sibernitika yang mengglobal dapat dikonsumsi
oleh negara-negara miskin sekalipun karena kemampuan komputer sebagai instrumen
informasi yang tidak memiliki batas ruang. Dalam hal ini, jaringan Internet
yang dapat diakses dengan biaya yang tidak mahal menghilangkan titik-titik
pemisah yang diakibatkan oleh jarak yang saling berjauhan. Kemajuan teknologi
sibernitika ini meyakini para ekonom bahwa kemajuan yang telah dicapai oleh
negara maju akan dapat disusul oleh negara-negara berkembang, terutama oleh
menyatunya negara maju dengan negara berkembang dalam blok perdagangan.
2.2 Keracunan Bahan Logam / Metaloid pada
Industrialisasi
Banyak
pekerja yang dalam melakukan kegiatan pekerjaannya rentan terhadap bahaya bahan
beracun. Terutama para pekerja yang bersentuhan secara langsung maupun tidak
langsung dengan bahan beracun. Bahan beracun dalam industri dapat dikelompokkan
dalam beberapa golongan, yaitu: (1) senyawa logam dan metalloid, (2) bahan
pelarut, (3) gas beracun, (4) bahan karsinogenik, (5) pestisida.
Suatu bahan atau zat dinyatakan sebagai
racun apabila zat tersebut menyebabkan efek yang merugikan pada yang
menggunakannya. Hal ini dapat dilihat berdasarkan keterangan sebagai berikut.
Pertama, suatu bahan atau zat, termasuk obat, dapat dikatakan sebagai racun
apabila menyebabkan efek yang tidak seharusnya, misalnya pemakaian obat yang
melebihi dosis yang diperbolehkan. Kedua, suatu bahan atau zat, walaupun secara
ilmiah dikategorikan sebagai bahan beracun, tetapi dapat dianggap bukan racun
bila konsentrasi bahan tersebut di dalam tubuh belum mencapai batas atas
kemampuan manusia untuk mentoleransi. Ketiga, kerja obat yang tidak memiliki
sangkut paut dengan indikasi obat yang sesungguhnya dianggap sebagai kerja
racun.
Bahan atau zat beracun pada umumnya
dimasukkan sebagai bahan kimia beracun, yaitu bahan kimia yang dalam jumlah
kecil dapat menimbulkan keracunan pada manusia atau makhluk hidup lainnya. Pada
umumnya bahan beracun, terutama yang berbentuk gas, masuk ke dalam tubuh
manusia melalui pernapasan dan kemudian beredar ke seluruh tubuh atau menuju
organ tubuh tertentu.
Bahan
beracun tersebut dapat langsung mengganggu organ tubuh tertentu seperti hati,
paru-paru dan lainnya, tetapi zat beracun tersebut juga dapat berakumulasi
dalam tulang, darah, hati, ginjal atau cairan limfa dan menghasilkan efek
kesehatan dalam jangka panjang. Pengeluaran zat beracun dari dalam tubuh dapat
melalui urine, saluran pencernakan, sel epitel dan keringat.
Klasifikasi
Toksisitas
Untuk mengetahui apakah suatu bahan atau
zat dapat dikategorikan sebagai bahan yang beracun (toksik), maka perlu
diketahui lebih dahulu kadar toksisitasnya. Menurut Achadi Budi Cahyono dalam
buku “Keselamatan Kerja Bahan Kimia di Industri” (2004), toksisitas adalah
ukuran relatif derajat racun antara satu bahan kimia terhadap bahan kimia
lainnya pada organism yang sama. Sedangkan Depnaker (1988) menyatakan bahwa
toksisitas adalah kemampuan suatu zat untuk menimbulkan kerusakan pada organism
hidup.
Kadar
racun suatu zat danyatakan sebagai Lethal Dose-50 (LD-50), yaitu dosis suatu
zat yang dinyatakan dalam milligram bahan per kilogram berat badan, yang dapat
menyebabkan kematian pada 50% binatan percobaan dari suatu kelompok spesies
yang sama.
Selain
LD-50 juga dikenal istilah LC-50 (Lethal Concentration-50), yaitu kadar atau
konsentrasi suatu zat yang dinyatakan dalam milligram bahan per meter kubik
udara (part per million/ppm), yang dapat menyebabkan 50% kematian pada binatang
percobaan dari suatu kelompok spesies setelah binatang percobaan tersebut
terpapar dalam waktu tertentu.
Efek dan
Proses Fisiologis
Efek toksik akut berkolerasi secara
langsung dengan absorpsi zat beracun. Sedangkan efek toksik kronis akan terjadi
apabila zat beracun dalam jumlah kecil diabsorpsi dalam waktu lama yang apabila
terakumulasi akan menyebabkan efek toksik yang baru.
Secara
fisiologis proses masuknya bahan beracun ke dalam tubuh manusia atau makhluk
hidup lainnya melalui beberapa cara, yaitu: (1) Inhalasi (pernapasan), (2)
Tertelan, (3) Melalui kulit. Bahan beracun yang masuk ke dalam tubuh tersebut
pada akhirnya masuk ke organ tubuh tertentu melalui peredaran darah secara
sistemik.
Organ
tubuh yang terkena racun di antaranya adalah paru-paru, hati, susunan syaraf
pusat, sumsum tulang belakang, ginjal, kulit, susunan syaraf tepi, dan darah.
Organ tubuh yang sangat penting tersebut akan dapat mengalami kerusakan dan
tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya jika terkena racun.
Pertolongan
Korban
Apabila di suatu indutri terdapat pekerja
yang menjadi korban terkena bahan beracun, maka perlu segera dilakukan
pertolongan pertama pada kecelakaan (P3K), yang secara garis besar sebagai
berikut:
1.
Apabila bahan beracun terhirup maka korban segera dibawa ke lingkungan yang
berudara bersih.
2.
Apabilan bahan beracun masuk ke dalam mata maka mata korban segera dicuci
dengan air bersih yang mengalir secara terus menerus selama 5 – 10 menit.
3.
Meminumkan karbon aktif kepada korban untuk menurunkan konsentrasi zat beracun
dengan cara adsorpsi.
4.
Meminumkan air bersih kepada korban untuk pengenceran racun.
5.
Meminumkan susu kepada korban untuk menetralkan dan mengadsorpsi asam atau basa
kuat dan fenol.
6. Untuk
memperlambat atau mengurangi pemasukan racun maka dapat diberikan garam
laksansia (hanya boleh dilakukan oleh paramedis) yang akan merangsang
peristaltik dari seluruh saluran pencernakan sebagai efek osmotik akan
memperlambat absorpsi air dan membuat racun terencerkan.
7. Jika
keracunan sudah agak lama maka korban dibuat muntah untuk mengosongkan lambung,
dengan pemberian larutan NaCl (garam dapur) hangat. Tetapi hal ini tidak
diperbolehkan untuk korban yang masih pingsan atau keracunan deterjen, bensin,
BTX (benzene, toluene, xylene), CCl4.
8.
Korban segera dibawa ke klinik kesehatan.
Dengan
lebih mewaspadai bahaya bahan beracun yang ada di sekitarnya, diharapkan para
pekerja dapat terhindar dari bahaya keracunan bahan beracun tersebut. Dan
dengan mengetahui langkah pertolongan pertama pada kecelakaan diharapkan korban
yang terkena bahan beracun dapat diselamatkan dari bahaya yang tidak
diinginkan.
2.3 Keracunan Bahan Organis pada
Industrialisasi
Kemajuan
industri selain membawa dampak positif seperti meningkatnya pendapatan
masyarakat dan berkurangnya pemgangguran juga mempunyai dampak negatif yang
harus diperhatikan terutama menjadi ancaman potensial terhadap lingkungan
sekitarnya dan para pekerja di industri.
Salah satu industri tersebut adalah industri bahan-bahan organik
yaitu metil alkohol, etil alkohol dan
diol.
Tenaga
kerja sebagai sumber daya manusia adalah aset penting dari kegiatan industri,
disamping modal dan peralatan. Oleh karena itu tenaga kerja harus dilindungi
dari bahaya-bahaya lingkungan kerja yang dapat mengancam kesehatannya.
Metil
alkohol dipergunakan sebagai pelarut cat, sirlak, dan vernis dalam sintesa
bahan-bahan kimia untuk denaturalisasi alkohol, dan bahan anti beku.
Pekerja-pekerja di industri demikian mungkin sekali menderita keracunan
methanol. Keracunan tersebut mungkin terjadi oleh karena menghirupnya,
meminumnya atau karena absorbsi kulit.
Keracunan akut yang ringan ditandai dengan perasaan lelah, sakit kepala, dan
penglihatan kabur, Keracunan sedang
dengan gejala sakit kepala yang berat, mabuk , dan muntah, serta depresi
susunan syaraf pusat, penglihatan mungkin buta sama sekali baik sementara maupun
selamanya. Pada keracunan yang berat terdapat pula gangguan pernafasan yang
dangkal, cyanosis, koma, menurunnya tekanan darah, pelebaran pupil dan bahkan
dapat mengalami kematian yang diseabkan kegagalan pernafasan. Keracunan kronis
biasanya terjadi oleh karena menghirup
metanol keparu-paru secara terus menerus yang gejala-gejala utamanya adalah
kabur penglihatan yang lambat laun mengakibat kan kebutaan secara permanen.
Nilai
Ambang Batas (NAB) untuk metanol di udara ruang kerja adalah 200 ppm atau 260 mg permeterkubik udara.
Etanol
atau etil alkohol digunakan sebagai pelarut, antiseptik, bahan permulaan untuk
sintesa bahan-bahan lain. Dan untuk membuat minuman keras. Dalam
pekerjaan-pekerjaan tersebut keracunan akut ataupun kronis bisa terjadi oleh
karena meminumnya, atau kadang-kadang oleh karena menghirup udara yang
mengandung bahan tersebut, Gejala-gejala pokok dari suatu keracunan etanol
adalah depresi susunan saraf sentral.Untunglah di Indonesia minum minuman keras
banyak dihindari oleh pekerja sehingga ”problem drinkers” di industri-industri
tidak ditemukan, NAB diudara ruang kerja
adalah 1000 ppm atau 1900 mg permeter kubik.
Keracunan-keracunan
oleh persenyawaan-persenyawaan tergolong alkohol dengan rantai lebih panjang
sangat jarang, oleh karena makin panjang rantai makin rendah daya racunnya.
Simptomatologi , pengobatan, dan pencegahannya hampir sama seperti untuk
etanol.
Seperti
halnya etanol , persenyawaan persenyawaan
yang tergolong diol mengakibatkan depresi susunan saraf pusat dan
kerusakan-kerusakan organ dalam seperti ginjal, hati dan lain lain. Tanda terpenting keracunan adalah anuria dan
narcosis. Keracunan akut terjadi karena meminumnya, sedangkan keracunan kronis
disebabkan penghirupan udara yang mengandung bahan tersebut. Pencegahan-pencegahan
antara lain dengan memberikan tanda-tanda
jelas kepada tempat-tempat penyimpanan bahan tersebut.
Keracunan
toksikan tersebut diatas tidak akan
terjadi manakala lingkungan kerja tidak sampai melebihi Nilai Ambang Batas dan pemenuhan standart
dilakukan secara ketat.
2.4 Perlindungan Masyarakat Sekitar Terhadap
Perusahaan Industri
Masyarakat
sekitar suatu perusahaan industri harus dilindungi dari pengaruh-pengaruh buruk
yang mungkin ditimbulkan oleh industrialisasi dari kemungkinan pengotoran
udara, air, makanan, tempat sekitar dan lain-lain oleh sampah, air bekas dan
udara dari perusahaan-perusahaan industri.
Semua
perusahaan industri harus memperhatikan kemungkinan adanya pencemaran
lingkungan, dimana segala macam hasil buangan sebelum dibuang harus betul-betul
bebas dari bahan yang bisa meracuni.
Untuk
maksud tersebut, sebelum bahan-bahan tadi keluar dari suatu industri harus
diolah dahulu melalui proses pengolahan. Cara pengolahan ini tergantung dari
bahan apa yang dikeluarkan. Bila gas atau uap beracun bisa dengan pembakaran
atau dengan cara pencuciaan melalui proses kimia sehingga uap/ udara yang
keluar bebas dari bahan-bahan yang berbahaya. Untuk udara atau air buangan yang
mengandung partikel/bahan beracun, bisa dengan cara pengendapan, penyaringan
atau secara reaksi kimia sehingga bahan yang keluar tersebut menjadi bebas dari
bahan-bahan yang berbahaya.
Pemilihan
cara ini pada umumnya didasarkan atas faktor-faktor:
a.
Bahaya tidaknya bahan-bahan buangan tersebut.
b.
Besarnya biaya agar secara ekonomi tidak merugikan perusahaan
c.
Derajat efektifnya cara yang dipakai.
d.
Kondisi lingkungan setempat.
Selain oleh
bahan-bahan buangan, masyarakat juga harus terlindungi dari bahaya-bahaya oleh
karena produk-produknya sendiri dari suatu industri. Dalam hal ini pihak
konsumen harus terhindar dari kemungkinan keracunan atau terkenanya penyakit
oleh hasil-hasil produksi. Karena itu sebelum dikeluarkan dari perusahaan,
produk-produk ini perlu pengujian terlebih dahulu secara seksama dan teliti
apakah tidak akan merugikan masyarakat.
2.5 Analisis Dampak Lingkungan Perusahaan
Industri
AMDAL
adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/ atau kegiatan
yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan
keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/ atau kegiatan.
Dasar
hukum AMDAL
Sebagai
dasar hukum AMDAL adalah PP No.27/ 1999 yang di dukung oleh paket keputusan
menteri lingkungan hidup tentang jenis usaha dan/ atau kegiatan yang wajib
dilengkapi dengan AMDAL dan keputusan kepala BAPEDAL tentang pedoman penentuan
dampak besar dan penting.
Tujuan
dan sasaran AMDAL
Tujuan
dan sasaran AMDAL adalah untuk menjamin suatu usaha atau kegiatan pembangunan
dapat berjalan secara berkesinambungan tanpa merusak lingkungan hidup. Dengan
melalui studi AMDAL diharapkan usah dan / atau kegiatan pembangunan dapat
memanfaatkan dan mengelola sumber daya alam secara efisien, meminimumkan dampak
negatip dan memaksimalkan dampak positip terhadap lingkungan hidup.
Tanggung
jawab pelaksanaan AMDAL
Secara
umum yang bertanggung jawab terhadap koordinasi proses pelaksanaan AMDAL adalah
BAPEDAL (Badan Pengendalian Dampak Lingkungan).
Mulainya
studi AMDAL
AMDAL
merupakan bagian dari studi kelayakan suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
Sesuai dengan PP No./ 1999 maka AMDAL merupakan syarat yang harus dipenuhi
untuk mendapatkan ijin melakukan usaha dan / atau kegiatan . Oleh karenya AMDAL
harus disusun segera setelah jelas alternatif lokasi usaha dan /atau kegiatan
nya serta alternatif teknologi yang akan di gunakan.
AMDAL
dan perijinan.
Agar
supaya pelaksanaan AMDAL berjalan efektif dan dapat mencapai sasaran yang
diharapkan , pengawasannya dikaitkan dengan mekanisme perijinan rencana usaha
atau kegiatan. Berdasarkan PP no.27/ 1999 suatu ijin untuk melakukan usaha dan/
atau kegiatan baru akan diberikan bila hasil dari studi AMDAL menyatakan bahwa
rencana usaha dan/ atau kegiatan tersebut layak lingkungan. Ketentuan dalam
RKL/ RPL menjadi bagian dari ketentuan ijin.
Pasal 22
PP/ 1999 mengatur bahwa instansi yan bertanggung jawab (Bapedal atau Gubernur)
memberikan keputusan tidak layak lingkungan apabila hasil penilaian Komisi
menyimpulkan tidak layak lingkungan. Keputusan tidak layak lingkungan harus
diikuti oleh instansi yang berwenang menerbitkan ijin usaha. Apabila pejabat
yang berwenang menerbitkan ijin usaha tidak mengikuti keputusan layak lingkungan,
maka pejabat yang berwenang tersebut dapat menjadi obyek gugatan tata usaha
negara di PTUN. Sudah saatnya sistem hukum kita memberikan ancaman sanksi tidak
hanya kepada masyarakat umum , tetapi harus berlaku pula bagi pejabat yang
tidak melaksanakan perintah Undang-undang seperti sanksi disiplin ataupun
sanksi pidana.
Prosedur
penyusunan AMDAL
Secara
garis besar proses AMDAL mencakup langkah-langkah sebagai berikut:
1.Mengidentifikasi
dampak dari rencana usaha dan/atau kegiatan
2.Menguraikan
rona lingkungan awal
3.Memprediksi
dampak penting
4.Mengevaluasi
dampak penting dan merumuskan arahan RKL/RPL.
Dokumen
AMDAL terdiri dari 4 (empat) rangkaian dokumen yang dilaksanakan secara
berurutan , yaitu:
1.Dokumen
Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan (KA-ANDAL)
2.Dokumen
Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL)
3.Dokumen
Rencana Pengelolaan Lingkungan (RKL)
4.Dokumen
Rencana Pemantauan Lingkungan (RPL)
Pendekatan
Studi AMDAL
Dalam
rangka untuk mencapai efisiensi dan efektivitas pelaksanaan AMDAL, penyusunan
AMDAL bagi rencana usaha dan/atau kegiatan dapat dilakukan melalui pendekatan
studi AMDAL sebagai berikut:
1.Pendekatan
studi AMDAL Kegiatan Tunggal
2.Pendekatan
studi AMDAL Kegiatan Terpadu
3.Pendekatan
studi AMDAL Kegiatan Dalam Kawasan
Penyusunan
AMDAL
Untuk
menyusun studi AMDAL pemrakarsa dapat meminta jasa konsultan untuk menyusun
AMDAL. Anggota penyusun ( minimal koordinator pelaksana) harus bersertifikat
penyusun AMDAL (AMDAL B). Sedangkan anggota penyusun lainnya adalah para ahli
di bidangnya yang sesuai dengan bidang kegiatan yang di studi.
Peran
serta masyarakat
Semua
kegiatan dan /atau usaha yang wajib AMDAL, maka pemrakarsa wajib mengumumkan
terlebih dulu kepada masyarakat sebelum pemrakarsa menyusun AMDAL. Yaitu
pelaksanaan Kep.Kepala BAPEDAL No.08 tahun 2000 tentang Keterlibatan masyarakat
dan keterbukaan informasi dalam proses AMDAL. Dalam jangka waktu 30 hari sejak
diumumkan , masyarakat berhak memberikan saran, pendapat dan tanggapan. Dalam
proses pembuatan AMDAL peran masyarakat tetap diperlukan . Dengan
dipertimbangkannya dan dikajinya saran, pendapat dan tanggapan masyarakat dalam
studi AMDAL. Pada proses penilaian AMDAL dalam KOMISI PENILAI AMDAL maka saran, pendapat dan tanggapan masyarakat
akan menjadi dasar pertimbangan penetapan kelayakan lingkungan suatu rencana
usaha dan/atau kegiatan.
Sebuah
pembangunan fisik yang dilakukan oleh sektor pemerintah maupun sektor swasta
harusnya benar-benar memperhatikan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal)
dari pembangunan itu. Tidak bisa dinafikkan bahwa pembangunan terutama dalam
sektor industri akan meningkatkan taraf hidup serta kesejahteraan masyarakat
yang ditunjukkan dengan terbukanya lapangan pekerjaan.
Dalam
bukunya Wahyu Widowati,dkk. “Efek Toksik Logam Pencegahan dan Penanggulangan
Pencemaran”, perkembangan ekonomi menitikberatkan pada pembangunan sektor
industri. Disatu sisi, pembangunan akan meningkatkan kualitas hidup manusia
dengan meningkatnya pendapatan masyarakat atau daerah. Disisi lain, pembangunan
juga bisa berefek buruk terhadap lingkungan akibat pencemaran dari limbah
industri yang bisa menurunkan kesehatan masyarakat dan efek yang ditimbulkan
dari pembangunan terhadap lingkungan disekitarnya.
Dengan
ditingkatkannya sektor industri di Bangka Belitung nantinya diharapkan taraf
hidup masyarakat akan dapat ditingkatkan lagi. Akan tetapi, disamping
tujuan-tujuan tersebut maka dengan munculnya berbagai industri serta
pembangunan berskala besar di Bangka Belitung ini perlu dipikirkan juga efek
sampingnya berupa limbah. Limbah tersebut dapat berupa limbah padat (solid
wastes), limbah cair (liquid wastes), maupun limbah gas (gaseous wastes).
Ketiga jenis limbah ini dapat dikeluarkan sekaligus oleh satu industri ataupun
satu persatu sesuai proses yang ada di perusahaannya.
Sugiharto,
dalam buku “Dasar-Dasar Pengolahan Limbah” menyebutkan bahwa efek samping dari
limbah tersebut antara lain dapat berupa: pertama, membahayakan kesehatan
manusia karena dapat membawa suatu penyakit (sebagai vehicle), kedua, merugikan
segi ekonomi karena dapat menimbulkan kerusakan pada benda/bangunan maupun
tanam-tanaman dan peternakan, lalu dapat merusak atau membunuh kehidupan yang
ada di dalam air seperti ikan, dan binatang peliharaan lainnya. Selanjutnya
efek sampingnya adalah dapat merusak keindahan (estetika), karena bau busuk dan
pemandangan yang tidak sedap dipandang.
Selama
ini bahaya limbah yang dihasilkan oleh sebuah industri dan pembangunan tidak
kita sadari. Bangka Belitung contohnya, pembangunan dan industri yang dilakukan
sama sekali tidak layak dalam hal amdalnya. Banyak bangunan dan industri di
Bangka Belitung ini yang tidak tahu kemana limbah industri itu dibuang.
Sebenarnya, jika berbicara limbah maka bukan saja hanya dihasilkan oleh industri
namun juga ada limbah rumah tangga tapi mungkin bahaya yang ditimbulkan tidak
seriskan limbah industri.
Sadarkah
kita bahwa ternyata, kerusakan lingkungan tidak hanya disebabkan oleh
pertambangan semata tetapi pencemaran limbah juga akan berdampak pada kerusakan
lingkungan bahkan akan membawa efek buruk bagi kehidupan manusia. Ketidaktahuan
kita akan informasi bahaya limbah itu menjadikan penyadaran itu tidak muncul.
Sebenarnya, tanpa disadari bahwa efek negatif yang kita rasakan dalam kehidupan
kita seperti tercemarnya air bersih dan timbulnya beberapa penyakit seperti
gatal-gatal, alergi dan iritasi itu disebabkan oleh pencemaran limbah yang
tidak kita sadari.
Berdasarkan
pertimbangan diatas, perlu kiranya diperhatikan efek samping yang akan
ditimbulkan oleh adanya suatu industri atau pembangunan sebelum mulai
beroperasi. Oleh karena itu, perlu dipikirkan juga apakah industri dan
pembangunan tersebut menghasilkan limbah yang berbahaya atau tidak dan perlu
juga dipertanyakan tempat pembuangan limbah yang dihasilkan dari perusahaan
tersebut.
Sehingga
segera dapat ditetapkan perlu tidaknya disediakan bangunan pengolahan air
limbah serta teknik yang dipergunakan dalam pengolahan. Air limbah suatu
industri baru diperbolehkan dibuang kebadan-badan air apabila telah memenuhi
syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Selama ini hal tersebut
tidak pernah dilakukan bahkan bukan menjadi perhatian yang penting. Padahal
sebenarnya sebuah industri dan pembangunan terutama sekali yang dipertanyakan
adalah tempat pembuangan limbahnya.
Apabila
peraturan yang ada ditaati oleh semua pihak, maka kecemasan dan kekhawatiran
pastinya akan terbendung. Kenyataannya, sampai detik ini ada beberapa kasus
pembangunan yang dilakukan di Bangka Belitung terkait permasalahan amdalnya
tidak jelas. Ini merupakan sebuah bukti betapa tidak ada kepedulian yang muncul
karena dinilai belum menimbulkan efek dan dampak yang berarti bagi kehidupan
masyarakat.
Sangat
disayangkan bahwa tipikal masyarakat Bangka Belitung tidak jauh dari tipikal
masyarakat Indonesia pada umumnya. Kesadaran baru akan muncul ketika adanya
sebuah permasalahan. Artinya, tidak akan ada aksi sebelum ada reaksi. Tidak ada
tindakan sebelum merasakan akibatnya. Kesadaran masyarakat akan bahaya limbah
mungkin memang belum terlihat. Inilah yang menjadi penyebab acuhnya masyarakat,
selain belum ada efek yang terlihat secara signifikan juga ditambah dengan
keterbatasan masyarakat akan informasi tentang bahaya yang ditimbulkan oleh
pencemaran akibat limbah.
Satu hal
yang ditunggu oleh masyarakat Bangka Belitung, adanya upaya untuk membuat
tempat pengolahan limbah secara signifikan. Inovasi dan kreasi itu sebenarnya
sudah lebih dulu dilakukan oleh beberapa daerah di Indonesia. Namun belum
terlihat di Bangka Belitung.
Diharapnya
limbah yang tadinya merupakan buangan dari sebuah industri atau pembangunan
akan menghasilkan nilai positif yang bisa digunakan untuk kepentingan
masyarakat. Ada banyak cara yang bisa ditiru dan diadopsi untuk menangani
persoalan limbah.
Lakukan
sebuah upaya untuk mencegah kekhawatiran dan kecemasan itu sebelum semuanya
menjadi terlambat. Jangan menunggu timbulnya permasalahan dulu baru melakukan
sebuah tindakan atau aksi. Namun mulailah melakukan pencegahan itu lebih awal
sebelum bahaya itu datang. Semoga dapat dipahami.
2.6 Pertumbuhan Ekonomi dan Lingkungan Hidup
Terhadap Pembangunan Industri
Kawasan
di sepanjang Jalan Raya Bogor meliputi, Kecamatan Pasar Rebo, Kecamatan
Cimanggis, dan Kecamatan Sukmajaya merupakan wilayah lokasi industri yang
tumbuh dan berkembang secara alamiah (artinya pada awalnya tidak ada campur
tangan pemerintah) dan merupakan limpahan dari ketidaksiapan infrastruktur pada
kawasan industri Pulogadung. Pesatnya pembangunan industri di daerah sepanjang
JalanRaya Bogor akhirnya mendapat perhatian khusus dari pemerintah dalam hal
ini kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup dan Pemerintah Daerah (Pemda) DKI
Jakarta dan Jawa Barat. Penataan ruang di koridor Jalan Raya Bogor tersebut
hingga tahun 2005 (pada wilayah penelitian) diperuntukkan sebagai kawasan
industri
yang tidak mencemari lingkungan hidup. Lingkungan industri di koridor Jalan
Raya Bogor dibatasi salah satunya oleh tenaga kerja industri. Keberadaan tenaga
kerja pada industri menentukan pola persebaran keruangan (spasial), yang
tercermin pada pengelompokan industrinya. Tipologi lingkungan industri skala
sedang adalah pengelompokan lingkungan industri berdasarkan tenaga kerja dalam
industri yang jumlahnya antara 20-300 orang. Tipologi
industri
ini yang jumlahnya 100 atau 56,5 % dari total industri yang ada dan tersebar di
sepanjang koridor Jalan Raya Bogor (Kecamatan Ciracas, Pasar Rebo, Cimanggis
dan Sukmajaya).
Tujuan
dari penelitian ini yaitu:
(1)
untuk mengetahui pola keruangan (spasial) persebaran industri sedang;
(2)
untuk mengetahui tenaga kerja industri sedang pada masyarakat menetap; dan
(3)
untuk mengetahui hubungan industri sedang dengan lingkungan sosial-ekonomi
masyarakat pekerja industri yang menetap di wilayah penelitian;
Adapun
hipotesis kerja penelitian, adalah:
a. pola
persebaran industri sedang mengikuti pola tata ruang.
b.
terdapat hubungan antara industri sedang dengan lingkungan sosialekonomi
masyarakat pekerja industry yang menetap di sepanjang Jalan Raya Bogor.
Pada
penelitian ini dilakukan penghitungan skala T (indeks tetangga terdekat),
prosentasi penyerapan tenaga kerja lokal untuk industri, dan derajat kekuatan
hubungan antara variabel bebas (lingkungan social masyarakat pekerja pabrik)
dan variabel terikat (industri sedang). Pengujian dilakukan dengan metode
statistik koefisien korelasi kontigensi menggunakan software SPSS versi +98 for
windows, yang dilanjutkan dengan pembobotan skoring dari masing-masing variabel
lingkungan sosial (tingkat pendidikan, pendapatan/salary dan kualitas
permukiman) terhadap industri sedangnya. Hasil pengujian hipotesis menyimpulkan
hal-hal sebagai berikut:
1.
Lokasi industri skala sedang di wilayah penelitian, terdapat di wilayah
Kelurahan Susukan, Ciracas, Pekayon, Tugu, Mekarsari, Cisalak Pasar, Curug,
Sukamaju Baru, Jatijajar, Cilangkap, Cisalak, dan Sukamaju dengan pola
keruang/spasial persebaran industrinya di sepanjang Jalan Raya Bogor mengikuti
pola penataan ruang yang ditetapkan oleh Pemerintah Daerah Kodya Jakarta Timur
dan Kota Depok. Berdasarkan hasil perhitungan analysis tetangga terdekat
(nearness neighborhood analysis), adalah sebagai berikut:
a) pola keruangan persebaran industrinya
yang mengelompok (cluster pattern) dengan nilai indeks skala T (0 - 0,7),
terdapat di wilayah Kelurahan Cisalak Pasar, Cilangkap, dan Cisalak;
b) pola keruangan persebaran industrinya
yang tidak merata/acak (random pattern) dengan nilai indeks skala T (0,7 –
1,4), terdapat di wilayah Kelurahan Tugu, Mekarsari, Sukamaju Baru, dan
Jatijajar;
c) pola keruangan persebaran industrinya
yang merata (dispersed pattern/uniform) dengan nilai indeks skala T (1,4 –
2,1491), terdapat di wilayah Kelurahan Susukan, Ciracas, Pekayon, Curug dan
Sukamaju.
2.
Tenaga kerja lokal yang terserap pada kegiatan industri berdasarkan pada
tingkat pendidikan, adalah sebagai berikut: tingkat pendidikan menengah
(SLTP/Sederajat dan SMU/Sederajat) 62,04%, tingkat pendidikan rendah
(SD/Sederajat) dan tinggi (D3 dan SI), tingkat pendidikan sangat rendah atau
tidak sekolah mempunyai jumlah yang relatif sedikit 2,81% dari jumlah total
respoden pekerja industry.
3.
Hubungan antara industri sedang dengan lingkungan sosial-ekonomi masyarakat
pekerja industrinya yang menetap di wilayah penelitan, dirinci berdasarkan
variabel tingkat pendidikan, pendapatan (salary) dan kualitas permukiman,
dengan kondisi :
a) Wilayah Kelurahan Susukan, Tugu, Mekarsari,
Cisalak Pasar, Jatijajar, Cilangkap, dan Cisalak mempunyai nilai total skoring
pembobotan lebih dari sama dengan 7, yang berarti bahwa pada wilayah kelurahan
tersebut terdapat hubungan variabel yang kuat dan positif antara tipologi
lingkungan industry dengan tipologi lingkungan sosial masyarakat pekerja
industrinya.
b) Pada wilayah kelurahan lainnya, seperti
Ciracas, Pekayon, Curug, Sukamaju Baru, dan Sukamaju memiliki nilai total
skoring pembobotan kurang dari 7, yang berarti bahwa wilayah kelurahan tersebut
terdapat hubungan yang agak kuat dan positif antara tipologi lingkungan
industri dengan lingkungan social masyarakat pekerja industrinya.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan dan Saran
Dalam
pemanfaatan sumber daya pertambangan yang dapat diganti perencanaan, pengolahan
dan penggunaanya harus hati-hati dan seefisien mungkin. Harus tetap diingat
bahwa generasi mendatang harus tetap dapat menikmati hasil pembangunan
pertambangan ini.Dan diusahakan dalam pengelolaanya tingkat kecelakaannya harus
dihindarkan dan diperhatikan lagi seperti memakai pakaian pelindung saat
bekerja dalam pertambangan seperti topi
Pembangunan
berwawasan lingkungan adalah pembangunan berkelanjutan yang mengoptimalkan
manfaat sumber daya alam dan sumber daya manusia dengan cara menserasikan
aktivitas manusia dengan kemampuan sumber daya alam untuk menopangnya.
Tujuan
pembangunan berkelanjutan yang bermutu adalah tercapainya standar kesejahteraan
hidup manusia dunia akhirat yang layak, cukup sandang, pangan, papan,
pendidikan bagi anak-anaknya, kesehatan yang baik, lapangan kerja yang
diperlukan, keamanan dan kebebasan berpolitik, kebebasan dari ketakutan dan
tindak kekerasan, dan kebebasan untuk menggunakan hak-haknya sebagai warga
negara. Taraf kesejahteraan ini diusahakan dicapai dengan menjaga kelestarian
lingkungan alam serta tetap tersediannya sumber daya yang diperlukan.
Aktivitas
pembangunan secara umum dapat menimbulkan dampak pada lingkungan. Dampak ini
bisa positif atau pun negatif. Dampak positif akan menguntungkan pembangunan
nasional, sementara dampak negatif menimbulkan resiko bagi lingkungan. Dampak
negatif tersebut dapat dikategorikan menjadi fisik dan non-fisik termasuk
sosio-ekonomi.
Manajemen
lingkungan yang terpadu terhadap penanggulangan dampak lingkungan dari
aktivitas pembangunan merupakan upaya untuk mencegah dan atau mengurangi dampak
negatif yang timbul.
Di masa datang
diharapkan tumbuhnya kesadaran dari setiap individu terhadap lingkungan dalam
melaksanakan aktivitas pembangunan, sehingga lingkungan atau sumber daya dapat
dimanfaatkan dan dijaga dengan sebaik-baiknya bagi kemakmuran umat manusia.
Daftar
Pustaka


"Thank you for nice information Please visit our website
Unimuda Sorong
FKIP
FST
FISHUM
Pendidikan IPA
Pendidikan Jasmani
Teknik Kimia
Peternakan
Hubungan Internasional
Hukum
Akuntansi
Farmasi
PGSD
Pendidikan Bahasa Indonesia
Akuakultur
Teknik Sipil
uhamka"